Sabtu, 23 April 2011

Cuplikan Serat Paramayoga

Asal Usul Sang Hyang Manikmaya (Bathara Guru)

Cerita ini merupakan cuplikan dari ringkasan Kitab Paramayoga oleh Ki Sondong Mandali. Kitab Paramayoga itu sendiri ditulis oleh R.Ng. Ranggawarsita. Beliau menulis Kitab Paramayoga konon terinspirasi Serat Kandha yang ditulis oleh kakek buyut beliau yaitu R.Ng. Yasadipura I.

Dalam membaca ringkasan ini hendaknya menggunakan pikiran yang terbuka lebar dan mencerna pelan pelan sehingga tidak muncul penilaian yang keliru terhadap serat ini.

Ringkasan ini terdapat dalam Buku Bawarasa Kawruh Kejawen edisi Bahasa Indonesia karya Ki Sondong Mandali yang diterbitkan oleh Yayasan Sekarjagad Semarang dan buku tersebut saat ini sudah out of print. Dalam postingan ini Ki Srondol Respatikasih meng-edit seperlunya tanpa mengubah isi cerita.

JILID I

Paramayoga menyebutkan bahwa Nabi Adam memiliki anak 40 pasang kembar dampit ditambah 2 yang tidak lahir secara kembar.  Yang laki-laki Sayidina Sis, sedang yang perempuan Siti Hanun. Diceritakan bahwa nabi Adam berkehendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan cara silang.  Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing.  Alasannya sudah merupakan ketentuan takdir dijodohkan sejak dalam kandungan. Dari silang sengketa antara Adam dan Hawa tersebut kemudian sama-sama marah dan sama-sama mengeluarkan rahsa yang diterjemahkan sebagai darah. Penulis (Ki Sondong Mandali) sendiri menterjemahkan sebagai "dayaning urip" (daya hidup).

Rahsa tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan sama-sama dipanjatkan doa.  Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa. Atas kemurahan kodrat dan iradat Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah (kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga dapat hidup sempurna.  Adam mendapatkan bisikan dari Allah agar bayi tersebut dinamakan Sayidina Sis (Nabi Sis) yang dalam Jitapsara (Kitab susunan Begawan Palasara, Jawa) disebut Sang Hyang Sita. Nabi Adam memanjatkan syukur kepada Allah dan menjalankan bisikan gaib tersebut dan bayi digendongnya.  Tiba-tiba datang badai (angin ribut) yang ikut menerbangkan cupu tempat bayi hingga jatuh di tengah Samudera Hijau dan diterima malaikat Ngazazil.

Cerita tersebut diatas secara samar-samar telah menjelaskan bagaimana Adam (dalam pengertian "ilahi" sebagai Hyang Adhama, Atman, Dzat Sejatining Urip) beremanasi atau bertajalli menjadi Sang Hyang Sita (Nabi Sis).  Jelasnya, kelahiran Sang Hyang Sita (Nabi Sis) bukan melalui proses biologis antara Adam dan Hawa.  Namun oleh sebab keluarnya rahsa atau "dayaning urip" dan atas kemurahan kodrat dan iradat Allah.

Nabi Sis atau Sang Hyang Sita mendapatkan jodoh dari Allah berupa bidadari bernama Dewi Mulat.  Malaikat Ngazazil mengetahui dan mendengar bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam akan sangat dikasihi Allah.  Maka Ngazazil selalu berdoa kepada Allah dan selalu berupaya agar keturunan Adam dan keturunannya bisa menyatu.  Maksudnya, agar dirinya dapat menurunkan raja-raja bagi manusia.  Doa Ngazazil dikabulkan, kemudian anaknya, Dlajah, dibuat mirip dengan Dewi Mulat untuk menggantikan isteri Nabi Sis tersebut.  Sedang Dewi Mulat disembunyikan. Setelah Ngazazil mengetahui nutfah Nabi Sis (Sang Hyang Sita) jatuh di telanakan (rahim) Dlajah, maka cepat-cepat Dlajah dibawa pulang ke kahyangannya dan Dewi Mulat dimunculkan kembali. Dewi Mulat melahirkan anak kembar pada waktu julungwangi atau saat matahari terbit.  Yang satu berwujud bayi laki-laki dan yang satunya berwujud Cahya (Nur).

Pada waktu yang sama Dlajah juga melahirkan, tepat saat julungpujut atau saat matahari tenggelam.  Yang dilahirkan Dlajah berwujud Asrar (rahsa) yang berkilauan memancarkan cahaya laksana embun pagi di daun talas.  Selanjutnya Asrar tersebut dibawa Ngazazil ke Kusniyamalebari dan dipersatukan dengan anak Nabi Sis dengan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur).  Kemudian berubah menjadi laksana bayi laki-laki yang masih diliputi cahaya dan tidak dapat dipegang.Kakek bayi-bayi tersebut, Nabi Adam (Hyang Adhama), memberi nama Anwas (Nasa, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud bayi laki-laki (dari Dewi Mulat) dan Anwar (Nara, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud cahya (persatuan antara anak Dewi Mulat dan anak Dlajah).


Sayid Anwas tekun beribadah kepada Allah SWT., sedang Sayid Anwar gemar bertapa dan berkelana hingga bertemu dengan Malaikat Ngazazil dan berguru kepadanya.  Sayid Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian. Bisa berubah sebagai laki-laki atau perempuan, bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa diindera).  Juga bisa terbang ke angkasa dan masuk ke perut bumi.  Ketika Sayid Anwar pulang dan bertemu Nabi Adam, maka kakeknya melihat berubahnya perilaku cucunya itu.  Nabi Adam paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Ngazazil dan berkata kepada Nabi Sis, bahwa kelak Sayid Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek dan ayahnya.

Kisah Sayid Anwar (Sang Hyang Nurcahya) tersebut juga dengan samar-samar mengisahkan proses beremanasinya Sang Hyang Sita (Nabi Sis) menjadi Sang Hyang Nuircahya (Sayid Anwar).  Meskipun kelahirannya melalui ibu : Dewi Mulat dan Dlajah, namun jelas sekali bahwa Dewi Mulat bidadari pemberian Allah, sedang Dlajah "anak" malaikat Ngazazil. Paramayoga tidak secara jelas menguraikan tentang malaikat Ngazazil dan bagaimana ceritanya bisa punya "anak" bernama Dlajah.  Disinilah "kehalusan" pujangga Jawa dalam menukil ajaran Islam tentang Allah Swt. dan Malaikat. Para pujangga Jawa menghormati ketauhidan Islam dengan menempatkan Allah Swt. pada wilayah "tan kena kinayangapa".  Serta tetap membuat misteri tentang posisi Malaikat.  Secara samar-samar memposisikan kesetaraan Malaikat dengan Hyang Adhama, sehingga disebutkan bahwa Malaikat Ngazazil berkehendak ikut menurunkan raja-raja penguasa manusia.  Secara tersirat menyatakan bahwa Malaikat (sebagai Kuasa Allah) ikut mengatur "uriping manungsa".  Maksudnya, ikut terlibat dalam proses beremanasinya Dzat Sejating Urip selanjutnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar