Selasa, 24 Mei 2011

PRABU KRESNA

Prabu Kresna
Prabu Kresna
Raden Narayana setelah menjadi raja bernama Prabu Harimurti Padmanaba, karena ia titisan Begawan Padmanaba. Disebut juga Prabu Dwarawati, karena menjadi raja di negeri Dwarawati, dan disebut juga Prabu Kresna, karena berkulit hitam dan lain-lain. la dapat bertahta di Dwarawati karena mengalahkan seorang raja raksasa bernama Prabu Kunjana Kresna di negeri tersebut, dan nama Kresna itu dipakainya juga sebagai namanya sendiri, yakni Prabu Kresna.
Prabu Kresna sebagai pengasuh Pandawa atau disebut dalang, ialah seorang yang pandai menjalankan siasat politik negara, peperangan dan lain-lain. Prabu Kresna mempunyai senjata cakra, senjata yang hanya dikuasai oleh titisan Wisnu, dan mempunyai azimat kembang Wijayakusuma, untuk menghidupkan orang mati, yang belum sampai pada takdirnya. Dalam perang Baratayudha Sri Kresna yang memegang daya upaya kemenangan Pandawa. Usia Prabu Kresna lanjut, hingga sehabis perang Baratayudha.
Sri Kresna berpermaisuri 4 puteri: 1) Dewi Jembawati, anak seorang pendeta kera Kapi Jembawan dipertapaan Gadamedana, berputera Raden Samba; 2) Dewi Rukmini, puteri Prabu Rukma, seorang raja di Lesanpura, berputra Dewi Siti Sundari; 3) Dewi Setyaboma, putri Prabu Setyajid, seorang raja di Lesanpura, dan berputra Raden Setyaka, dan 4) Dewi Pretiwi, putri Hyang Antaboga, berputra Prabu Bomanarakasura.
Prabu Kresna mampu bertiwikrama yaitu berganti rupa menjadi raksasa. Pada lakon Kresna gugah, yaitu Kresna sedang tidur dalam rupa raksasa (tiwikrama). Dalam cerita ini diriwayatkan bahwa siapa yang mampu membangunkan Sri Kresna akan memenangkan perang Baratayudha. Maka kedua belah pihak (Pandawa dan Kurawa) berusaha membangunkannya. Namun tindakan Kurawa sia-sia belaka. Hanya Arjuna yang dapat membangunkan Sri Kresna.

BENTUK WAYANG

Wayang Prabu Kresna bermuka hitam, sedangkan seluruh badan berpraba. Wayang ini untuk dimainkan pada waktu sore. Tetapi pada waktu hampir pagi berganti wayang yang bercat hitam seluruh badan.
Prabu Kresna berwanda: 1) Gendreh, karangan Sri Sultan Agung di Mataram, 2) Rondon, 3) Mawur.
Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar